Kamis, 14 Juni 2012


Hening...
Aku mampu mendengar suara itu hanya dikala hening...
Ketika yang terdengar hanya untaian ayat-ayat-Nya
Jantung berdegup menanti gema-gema cinta
Peluh terasa penuh kehangatan
Hening yang penuh kedamaian

Ketika kudengar suara merdu itu di balik hijab
Sampaikan kata-kata cinta untuk Sang Pencipta
Dalam sembah dan sujud ku mengenalmu
Lewat suara yang menggetarkan hatiku

Bahkan gema-gema suaramu masih terdengar semu
Dalam hening...


MEMBEKU DALAM KERINDUAN
oleh : Aridho Finayah
Kerinduan berawal dari penantian. Tanpa harapan maka tak kan ada pula penantian. Setiap insan ciptaan-Nya tentu pernah menyimpan rindu dalam ruang hatinya. Udara yang bersenandung atau bahkan kidung yang berkabung pun tak mampu mengusik kerinduannya. Karena rindu lahir dari hati dan ditujukan untuk orang terkasih yang namanya terukir di hati. Bukanlah tinta emas yang mengukirnya, tapi ketulusan cintalah yang sanggup menciptakannya. Kerinduan seperti sekuntum mawar. Semakin erat menggenggam kerinduan itu, maka yang terasa tinggallah luka lara. Namun, ketika membiarkannya, satu per satu kelopak kerinduan itu akan lepas terbawa angin. Apalagi, ketika kerinduan itu tertuju pada yang terkasih namun ia telah pergi, tak kan pernah kembali. Yang tersisa hanya bayangan-bayangan semu akan senyumnya, suaranya yang sayup-sayup terdengar,  canda tawanya,  aroma tubuhnya, dan kenangan kelam ketika berada di sisinya dalam kebahagiaan melukis pelangi dalam kanvas kehidupan.
Setiap  hawa maupun adam tentu pernah terpercik tetes-tetes cinta. Entah cinta yang murni, atau ada setitik nila diantara tetesan-tetesan itu. Hingga pada akhirnya cinta itu terpatri di sudut ruang hati yang terdalam. Berawal dari fase yang penuh kebahagiaan, akhirnya insan pun terbeku dalam kerinduan yang semakin sulit baginya untuk mencairkan cinta-cinta yang dimiliki untuk diberikan kepada orang lain yang setia memberi warna di kehidupannya. Mirisnya, cinta itu  tak setetes pula diberikan kepada Dzat yang menanamkan cinta dalam hatinya. Bukankah, sejak hadir di dunia ini cinta telah ada dalam setiap insan yang beriman sebagai tanda cinta-Nya yang tulus kepada umat-Nya.
Pernahkah sedetik pun nama-Nya hadir dalam benak ? Atau barangkali tak pernah sedikit pun ada rindu yang menunggu untuk menghampiri-Nya. Pernahkah insan menyadari betapa noda-noda dalam jiwa dan hati ini membumbung tinggi ? Padahal, rahmat yang ia berikan begitu agung. Pernahkah selaksa cinta tercipta untuk-Nya ? Atau telah keringkah cinta ini untuk-Nya ?
Kalau saja raga dan hati ini mampu berbicara. Tentu mereka akan murka dan menangis karena wajah indah yang Ia berikan tak pernah sekalipun basah dalam bulir-bulir doa. Bibir ini kering, tak pernah sekalipun menyebut nama-Nya, dan kala nyanyian adzan berkumandang, tak sedikit pun kaki ini beranjak untuk memenuhi panggilan-Nya. Sungguh, tak setetes pun kerinduan mengalir dari hati. Yang tertinggal hanyalah jiwa yang membeku dalam kerinduan akan surga duniawi. Bukan kerinduan untuk berjumpa dengan-Nya dalam kebahagiaan surga abadi.
Betapa kejam dan hinanya diri ini yang tak pernah membuka bahkan membaca surat-surat cinta dari-Nya. Barangkali inilah ironi terbesar dalam hidup insan kepada Sang Pencipta Insan itu sendiri. Insan telah membiarkan dirinya terkurung dalam sangkar emas dimana waktu telah membeku dan kerinduan yang mendera.
Jika ada peribahasa yang menyatakan bahwa air susu dibalas dengan air toba. Ini tidak berlaku bagi-Nya. Tetaplah Ia dengan tulus ikhlas membalas kemunafikan umat-Nya dengan rahmat dan kasih sayang yang tak bertepi. Seluas apapun dosa yang disemai oleh umat-Nya dalam ladang kehidupan, Allah akan menerima kembali setiap insan ciptaan-Nya dalam pelukan penuh kasih. Tak ada satu pun insan yang mampu lari dari kesalahan. Namun, selalu ada jalan untuk kembali pulang. Akan selalu ada yang mencairkan kerinduan yang membeku. Dan akan selalu terbuka pintu maaf bagi setiap umat-Nya. Inilah yang membuat  Abdullah Gymnastiar berani untuk menyampaikan kata bukti cinta seperti berikut, “Putuskan setiap harapan selain kepada Allah, putuskan setiap kerinduan selain rindu ingin berjumpa dengan Allah.”
Semoga selaksa cinta dalam secawan rindu akan tumbuh dalam istana hati ini. Melangkah untuk membasahi cinta yang telah kering dengan tetesan doa dan syukur. Membiarkan hati membeku dalam kerinduan yang hakiki. Kerinduan untuk Sang Pemilik Sejati. Hingga maut menjemput nanti. Menyempatkan sejenak  untuk membalas surat-surat cinta yang dikirim oleh-Nya meskipun lingkaran waktu telah membelenggu. Dan selamanya melabuhkan hati dalam dermaga rindu untuk Sang Pemilik Rindu.

Faculty of letters's Journey


SAJAK MATA HATI

SAJAK MATA HATI







KALAU AKU TENGOK MALAM, KUINGAT WAKTU KITA BERJAGA TENGAH MALAM

KAMU DAN AKU TINGGALKAN KESUNYIAN MALAM, TUK BERSIMPUH MENITIKKAN KILAU-KILAU AIR MATA, MEMOHON AMPUN PADA SANG PEMILIK ALAM.
KALAU AKU LIRIK PAGI, AKU INGAT. KAMU MENARIKKU, MENGAJAKKU PERGI, KE MUSHOLA KECIL TUK MENGHARAP KEMURAHAN REZKI DARI SANG EMPU REZKI.
KALAU KU TATAP ESOK, AKU INGIN CAHAYA IMAN DAN SEJUKNYA ISLAM TETAP ADA HINGGA WAKTU MEMISAHKAN KITA.
DAN KALAU BOLEH MATA HATIKU BERHARAP, IJINKANLAH YA ALLAH KITA KEMBALI BERSAMA DI JANNAHMU YANG ELOK
Sekolahku, Ceritaku

Selasa, 05 April 2011

Lingkaran Kecil yang Melingkar di Hatiku

Aku mengenalmu dalam lingkaran kecil
Hingga waktu tak mampu mengelaknya
Dan setan pun tak kuasa melarangnya

Aku mendekatimu karena rasa
Karena kamu berbeda dengan dia, dia, dan dia
Kecantikanmu melebihi mawar yang merekah sekalipun
Kilau mutiara pun tak mampu menandingi kilau imanmu

Aku dan kamu dalam satu
Satu Iman
Satu Aqidah
Satu Rasa

Saat aku merasa sakit, kamu pun ikut merasakan sakitnya
Saat aku menangis, tangan lembutmu yang menghapusnya dan kamu pula yang menjadi alasanku untuk tersenyum
Saat aku bahagia, kamu pun ikut merasa meskipun hatimu tak sebahagia yang kurasakan
Dan saat aku mulai menjauh dalam lingkaran kecil itu, kamu menarikku karena satu alasan :
" Aku ingin kita bersama, tidak hanya raga, tetapi hati ini pun jua. Aku bahagia bila kita kelak bersama-sama dalam kenikmatan Surgawi-Nya "
Ana sayang anti, melebihi apa yang anti tahu.
Teruntuk teman-teman halaqahku :)

Minggu, 20 Maret 2011

Jenis Cantik

Fitrah manusia menyukai kecantikan dan inginkan kecantikan. Cantik itu adalah anugerah. Namun, percaya atau tidak, cantik itu juga sebenarnya merupakan satu ujian. Tetapi perlu diingat bahawa cantik itu adalah amat subjektif.

Barangkali ada yang memiliki wajah cerah dan licin tetapi tidak nampak seri, barangkali ada pula yang gelap dan biasa saja tetapi begitu manis dipandang.
Cahaya iman mungkin?

Berbalik kepada tajuk. Cantik adalah ujian. Mengapa begitu?
Cantik sebagai anugerah

1. Meningkatkan rasa syukur
2. Keyakinan diri tinggi
3. Sedap mata memandang
4. Maintanance rendah (sepatutnya)
5. Apabila dikecapi apabila sebelumnya biasa-biasa

Si cantik yang mempunyai wajah licin bersih, pastinya akan bersyukur karena tidak perlu berat kepala memikirkan bagaimana untuk mengatasi masalah kulit sekaligus mengurangkan kos perawatan muka dan sebagainya. Begitu juga akan membolehkan si cantik yakin melangkah.

Dan paling boleh dianggap sebagai anugerah sekiranya mereka yang boleh dianggap biasa saja sebelum ini, kini dianugerahkan dengan rupa paras menarik. Pasti ramai yang mula tertarik.Cantik sebagai ujian

1. Dijadikan bahan komersial
2. Disayangi hanya kerana rupa
3. Menimbulkan riak dalam hati
4. Apabila nikmat cantik ditarik sekelip mata

Si cantik biasanya menjadi pilihan untuk melariskan berbagai produk di pasaran.

Pakaian? Peluk cium usah kira, penambah saham dosa. Oh, tiada kerja!

Si cantik juga seringkali menjadi mangsa jerat cinta si jejaka yang mementingkan rupa semata-mata. Apabila cantik itu hilang, maka hilanglah cinta Sang Pencinta juga. Bukankah itu juga satu ujian? Lebih baiklah mereka yang sederhana paras rupa, yang diyakini disayangi bukan karena rupa semata-mata.
Riya' pula? Seringkali wujud rasa iri hati di kalangan sesetengah individu yang berasa kurang senang dengan kecantikan yang dimiliki orang lain, dan seringkali juga wujud segelintir si cantik rupa yang memandang rendah pada yang lain hanya karena mereka memiliki aset wajah menarik.

Apa pun, ujian terbesar ialah apabila kecantikan itu ditarik dan hilang sekelip mata. Hilanglah keyakinan diri, hilanglah semangat, dan tidak mustahil hilanglah sebahagian besar mereka yang seringkali menjadi pendamping selama ini.

Kesimpulannya, bersyukurlah dengan apa yang ada karena semuanya tidak kekal selamanya. Dikutip dari www.iluvislam.com ( dengan sedikit perubahan)